Padel: FOMO Belaka atau Fondasi Brand Lifestyle Baru?

Padel: FOMO Belaka atau Fondasi Brand Lifestyle Baru?

Beberapa bulan terakhir, saya tidak bisa tidak memperhatikan satu tren gaya hidup baru yang lagi ngetren saat ini. Yaps, saya mau membicarakan tentang padel.

Awalnya saya pikir ini cuma tren sesaat, semacam “tenis versi sosialita” yang akan lewat begitu saja seperti tren olahraga lain: sempat viral tapi redup. Tapi semakin diperhatikan, kok banyak public figure dan anak-anak muda ikut bermain. Di Instagram Story saya juga sering bermunculan unggahan keseruan rekan kantor atau komunitasnya bermain padel.

Nah dari situ muncul pertanyaan di benak saya. Apakah padel ini sekadar olahraga FOMO, atau memang ada sesuatu lebih dalam, yang bisa kita pelajari dari sudut pandang brand value?


Oleh Andika Rizaldy Ramadhan (Associate Research Manager)


Sekilas padel: populer di Spanyol, full book terus di Jakarta

Padel adalah olahraga raket mirip tenis, tapi dimainkan di tempat lebih kecil berpasangan, dan dikelilingi kaca. Olahraga ini booming di Eropa khususnya Spanyol (padelcreations.com). Bahkan padel jadi olahraga terpopuler kedua setelah sepak bola di sana. Dan kini, pelan-pelan, kita lihat geliatnya masuk ke Indonesia.

Popularitas padel di Indonesia melonjak cepat. Data Pengurus Besar Padel Indonesia (PBPI) mencatat setidaknya 133 lapangan padel permanen tersebar di Indonesia hingga akhir 2023, mayoritas di Jabodetabek dan Bali, dengan pertumbuhan merambah Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Sumatera Utara (Kompas.id). Secara global, jumlah tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-29 dari 81 negara anggota Federasi Padel Internasional (g-sports.id).

Saya amaze dengan hype padel ini. Betapa tidak? Beberapa lapangan di Jakarta bahkan buka sejak jam 6 pagi hingga 12 malam. Slot waktu prime time sering kali habis dipesan, dengan daftar tunggu yang tak sebentar, sebuah indikator anomali dalam perilaku konsumen olahraga, mengingat padel belum masuk kurikulum pendidikan jasmani atau program mainstream pemerintah.

Seiring booming tren berolahraga dan hidup sehat yang sedang digandrungi oleh masyarakat di perkotaan, padel jadi opsi menarik olahraga fun untuk membakar 400-600 kalori per jam (eraspace.com) atau setara dengan bersepeda (indonesiabaik.id).

Bicara soal komunitas padel, ini menarik. Komunitasnya berkembang cukup cepat dan aktif (Sindonews). Tidak hanya untuk menentukan jadwal main bareng, tapi juga bikin turnamen, coaching clinic sampai ke kegiatan charity. Bahkan pemerintah bereaksi melihat fenomena ini dengan berpartisipasi menerima audiensi dari Ketua Umum Pengurus Besar Padel Indonesia (PBPI) membahas rencana pembinaan lebih lanjut, termasuk pelatihan pelatih dan wasit, guna menunjang lahirnya atlet-atlet nasional yang mampu bersaing di kancah internasional (antaranews.com).




Tapi kita juga pernah lihat tren yang mirip

Di luar fenomena tadi, perlu dicermati juga, karena kalau ditarik mundur, kita pernah melihat tren booming di olahraga lain:

  • Muay Thai, sempat booming sebagai olahraga “kelas menengah urban” sebelum perlahan stabil (bolasport.com).
  • Zumba & Pound Fit, viral beberapa tahun lalu di kota besar kini (khususnya Zumba) merambah ke kota-kota kecil dan kabupaten di Indonesia, tapi sekarang hanya tersisa segelintir studio aktif (rri.co.id; metrotvnews.com).
  • Bersepeda, awalnya digandrungi ketika pandemi sempat bikin harga sepeda melonjak, dan komunitas tumbuh dengan sangat cepat. Bahkan menurut laporan Garmin Fitness Report 2024, bersepeda menjadi Top 5 olahraga paling digemari masyarakat Indonesia (hypeabis.id).



Melihat padel dari kacamata brand value

Kalau kita anggap padel sebagai sebuah brand, saya iseng menguliknya pakai kerangka Customer-Based Brand Equity (CBBE) dari Kevin Keller (1993). Dalam kerangka ini, ada empat lapisan nilai yang idealnya dibangun sebuah brand agar punya kedekatan emosional dengan audiens. Menariknya, tanpa sadar, padel sedang melangkah ke arah itu, dan menurut saya, ini adalah pelajaran penting yang bisa ditiru para pemilik brand.

  • Brand Identity – “Apa itu padel?"

Orang tahu padel sebagai olahraga baru, keren, gampang dipelajari, dan cocok buat hangout bareng teman. Orang mudah mengasosiasikannya sebagai gaya hidup baru.

  • Brand Meaning – “Apa makna padel buat saya?”

Untuk sebagian orang, padel bukan cuma olahraga, tapi cara baru bersosialisasi. Lebih fun dari tenis, lebih ringan dari squash, dan bisa dimainkan siapa saja.

  • Brand Response – “Apa yang saya rasakan dan pikirkan?”

Banyak pemain pemula merasakan olahraga ini cepat bikin ‘nagih’, apalagi dimainkan bareng teman. Bahkan banyak komunitas menyebut padel sebagai eskapisme (verywellhealth.com) dari rutinitas kerja.

  • Brand Resonance – “Seberapa dalam saya terhubung?”

Ketika seseorang join komunitas padel, ikut turnamen, sampai mengajak kolega main tiap minggu, di sinilah resonansi terjadi. Dan ini adalah bentuk loyalty yang jarang ditemukan di tren olahraga lain.




Apa yang bikin padel punya potensi dan tidak FOMO?

Dari pengamatan saya, padel punya beberapa keunggulan yang membedakannya dari tren olahraga lain:

  1. Bukan olahraga yang “eksklusif banget” Walau banyak dimainkan di tempat fancy, kenyataannya padel lebih inklusif dari golf atau tenis. Ramah bagi pemula.

  2. Cepat membentuk komunitas. Padel mendorong interaksi sosial secara natural. Karena harus dimainkan 2 vs 2, bonding terbentuk dengan sendirinya.

  3. Didukung ekosistem mulai dari lapangan, pelatih, komunitas, sampai baru-baru ini dukungan pemerintah semuanya mulai dibangun dengan serius (Jakarta.navigasi.co.id).

  4. Ada storytelling & gaya hidup Banyak pemain membagi cerita personal mereka lewat media sosial. Bukan sekadar pamer, tapi menciptakan narasi: “padel adalah bagian dari gaya hidup aktif & positif.”




Insight dari sisi market researcher

Kalau ditarik ke konteks riset, padel bisa dilihat sebagai fenomena category creation (willpatrick.co.uk). Hal ini mirip seperti saat kopi susu kekinian muncul. Awalnya cuma satu-dua pemain, lalu muncul demand, lalu mulai tumbuh brand, lalu ada pembentukan loyalitas.

Yang menarik, banyak lapangan padel tidak hanya menjual fasilitas, tapi juga:

  • Memberikan pengalaman (kelas percobaan, turnamen internal)
  • Menjual membership
  • Membentuk sub-brand komunitas
  • Bekerja sama dengan brand apparel, F&B, bahkan coworking space

Artinya? Mereka tidak sedang menjual “lapangan padel”, tapi sedang membangun brand dengan nilai emosional.

Dan seperti kita tahu, brand yang memiliki emotional value cenderung lebih sustainable, meskipun kompetisi makin banyak.

Dari sisi bisnis dan sponsorship, peluang berkembang olahraga padel ini besar karena:

  • Brand olahraga bisa masuk ke apparel & equipment padel (raket, sepatu, bola)
  • Bisa terbuka melakukan kolaborasi dengan kegiatan lifestyle lain seperti ngopi, coworking, wellness yang dilakukan di venue padel
  • Bahkan perusahaan bisa menjadikan padel sebagai sarana employee engagement



Jadi, padel ini FOMO atau bukan?

Kalau kita hanya melihat dari permukaan, seberapa sering muncul di IG Story, atau siapa saja yang main, (mungkin) terlihat FOMO. Tapi kalau kita bedah lebih dalam, justru padel sedang membangun sesuatu lebih besar: komunitas, ekosistem, dan nilai brand.

Sebagai market researcher, saya belajar satu hal penting:

Kadang, tren bukan untuk ditakuti atau dihindari, tapi untuk diobservasi, dimengerti, dan dipelajari bagaimana cara dia membentuk nilai.

Karena pada akhirnya, value adalah satu-satunya hal yang bisa membuat sesuatu bertahan di tengah tren datang silih berganti.

Tapi itu analisa saya, kalau insight seekers sendiri bagaimana? Apakah melihat potensi padel bisa berkembang lebih jauh? Atau justru skeptis, dan merasa ini tren sementara?

Drop pendapat insight seekers di kolom komentar. Mari berbagi perspektif, barangkali insight seekers justru adalah pemainnya, marketer, atau pengamat tren.